Pakar Usul Prabowo Jadi Mediator Damai Konflik Thailand-Kamboja

Senin, 15 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Chairil Khalis
Pakar hukum internasional Hikmahanto mengusulkan Presiden Prabowo Subianto menjadi mediator konflik Thailand-Kamboja, menawarkan peran aktif Indonesia berdasarkan hukum internasional dan Piagam PBB untuk mencapai perdamaian.

Jakarta - Di tengah eskalasi konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja, muncul usulan strategis dari kalangan akademisi untuk melibatkan Indonesia secara lebih aktif. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto, secara terbuka menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memiliki kapasitas dan peluang untuk bertindak sebagai mediator. Usulan ini menawarkan solusi di luar pernyataan diplomatik biasa, dengan mengedepankan peran jasa baik Indonesia. Mediasi tingkat tinggi dinilai dapat membawa angin segar dalam upaya perdamaian.

Hikmahanto berpendapat bahwa Presiden Prabowo, dengan pengalaman dan wibawanya di kancah internasional, dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Peran mediator harus dilaksanakan dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang tertuang dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pasal-pasal terkait penyelesaian sengketa secara damai dapat menjadi panduan utama. Pendekatan ini akan memperkuat legitimasi upaya perdamaian yang diprakarsai Indonesia.

Usulan ini muncul di saat pemerintah Indonesia telah lebih dulu menyampaikan keprihatinan resmi atas konflik tersebut. Juru Bicara Kemlu RI, Yvonne Mewengkang, sebelumnya telah menyerukan agar Thailand dan Kamboja kembali mematuhi kesepakatan gencatan senjata Kuala Lumpur Peace Accord. Pernyataan resmi pemerintah dan usulan mediasi dari pakar dapat saling melengkapi. Kombinasi antara diplomasi tradisional dan inisiatif politik tingkat tinggi diharapkan lebih efektif.

Baca Juga: Quality Time Sebagai New Currency, Transformasi Luxury Family Travel Di Era Kelelahan Digital

Pentingnya peran mediator juga diletakkan dalam konteks yang lebih luas, yaitu menjaga stabilitas dan ekonomi kawasan ASEAN. Hikmahanto memperingatkan bahwa kelanjutan konflik bersenjata dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi regional. Iklim investasi dan pembangunan berkelanjutan di Asia Tenggara berpotensi terkena dampak negatif. Oleh karena itu, penyelesaian damai bukan hanya kebutuhan politik, tetapi juga kebutuhan ekonomi.

Indonesia sendiri, sebagai negara besar di ASEAN, memiliki kepentingan strategis untuk menjaga stabilitas kawasan. Keberhasilan dalam memediasi konflik anggota ASEAN akan meningkatkan kredibilitas dan kepemimpinan Indonesia di mata dunia. Tradisi politik luar negeri bebas aktif Indonesia mendapatkan ruang untuk diwujudkan dalam tindakan nyata. Peran mediator juga sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mendukung perdamaian global.

Namun, peran mediator memerlukan kesiapan dan kesepakatan dari semua pihak yang terlibat, termasuk Thailand dan Kamboja. Indonesia harus membangun kepercayaan dan menunjukkan netralitas yang absolut. Proses mediasi juga membutuhkan dukungan logistik dan diplomatik yang matang. Tantangan ini akan menguji kapasitas diplomasi Indonesia dalam abad ke-21.

Jika usulan ini diterima dan dijalankan, ini akan menjadi contoh nyata bagaimana negara anggota ASEAN dapat menyelesaikan perbedaan internal tanpa campur tangan pihak luar. Penyelesaian konflik Thailand-Kamboja melalui mediasi Indonesia akan menjadi preseden positif bagi mekanisme keamanan kawasan. ASEAN akan menunjukkan kemampuannya mengelola krisis dengan caranya sendiri. Perdamaian di perbatasan kedua negara akan menjadi kemenangan bagi seluruh prinsip ASEAN.

(Chairil Khalis)

    Bagikan:
komentar