Jakarta - Bagi awak kabin pesawat, proses turun penumpang bukan sekadar ritual akhir penerbangan, melainkan bagian dari prosedur operasi standar yang menyangkut keamanan dan efisiensi. Oleh karena itu, ketika muncul penumpang dengan perilaku 'kutu lorong', hal itu dianggap sebagai gangguan serius terhadap tanggung jawab mereka. Pramugari Cecily Anderson secara tegas menyatakan bahwa aturan turun pesawat yang tertib dibuat dengan alasan-alasan mendasar yang harus dihormati semua orang.
Dari perspektif keamanan, kabin pesawat yang penuh dengan penumpang yang berdiri dan bergerak tidak teratur pasca-pendaratan adalah lingkungan berisiko. Awak kabin harus mampu memantau situasi, memastikan tidak ada penumpang yang terjatuh, bertengkar, atau mengalami masalah medis di tengah kerumunan. Perilaku 'kutu lorong' yang mendadak dan agresif menambah kompleksitas pengawasan ini. Dalam keadaan darurat sekalipun, kepanikan dan ketidaktertiban adalah musuh utama dari evakuasi yang cepat.
Selain aspek keamanan, gangguan operasional juga menjadi perhatian. Angela McMurray menjelaskan bahwa lorong pesawat adalah 'jalan raya' yang harus dijaga kelancarannya bagi penumpang dan juga bagi kru itu sendiri. Ketika seorang penumpang berdiri terlalu lama di lorong atau menghalangi jalan, hal itu dapat mengganggu awak kabin yang mungkin perlu bergerak cepat untuk keperluan tertentu, seperti membantu penumpang lain atau koordinasi dengan petugas di darat.
Baca Juga: Kolaborasi Pemerintah Dan BUMN Sukseskan Event Olahraga Massal Di Mandalika
Peringatan untuk tetap memakai sepatu yang disampaikan Angela juga mengandung dimensi keamanan operasional. Lantai kabin bisa licin, terdapat kait sabuk pengaman, atau mungkin ada benda kecil yang terlepas. Penumpang yang tidak beralas kaki berisiko lebih tinggi untuk terpeleset atau terluka, yang pada gilirannya dapat menimbulkan insiden yang memerlukan penanganan awak kabin dan menghentikan seluruh proses turun. Cedera kecil pun bisa menjadi gangguan besar dalam konteks ini.
Awak kabin juga menanggung beban untuk menenangkan situasi dan menjadi wasit tidak resmi saat ketidaksabaran penumpang memuncak akibat ulah 'kutu lorong'. Mereka harus melerai ketegangan, mengingatkan penumpang yang bersikap tidak tertib, dan memastikan konflik tidak meluas. Tugas ini menambah stres dan beban kerja mereka di akhir sebuah penerbangan yang mungkin sudah melelahkan.
Oleh karena itu, seruan dari para pramugari ini sebaiknya tidak dipandang sebagai sekadar keluhan, melainkan sebagai masukan profesional dari mereka yang paling memahami dinamika di dalam kabin. Menghargai peringatan mereka berarti berkontribusi pada lingkungan yang lebih aman dan terkendali bagi semua orang.
Kepatuhan penumpang terhadap tata tertib turun pesawat pada dasarnya adalah bentuk rasa hormat kepada otoritas dan keahlian awak kabin. Dengan bekerja sama, penumpang dan kru dapat memastikan setiap fase penerbangan, dari awal hingga akhir, berjalan dengan lancar, aman, dan nyaman sesuai harapan bersama.