Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) sekaligus Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wihaji mengungkapkan bahwa berkomunikasi dengan keluarga merupakan salah satu cara untuk mengatasi kebiasaan bermalas-malasan atau hanya berbaring sambil menggulir layar ponsel. "Anak-anak berusia 10 hingga 24 tahun saat ini cenderung lebih suka berbaring dan kurang bergerak, serta menyelesaikan segala urusan melalui ponsel. Oleh karena itu, berinteraksi dengan keluarga menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan berkomunikasi dengan perangkat elektronik," ujarnya di Jakarta pada hari Rabu. Untuk mengatasi masalah ini, Wihaji juga menginstruksikan seluruh pegawai di Kemendukbangga untuk pulang tepat waktu dan menyediakan waktu untuk berbincang dengan keluarga. "Saya menginstruksikan agar semua pegawai pulang mulai pukul 4 sore untuk berbincang dengan keluarga. Banyak kasus yang terjadi, seperti anak yang membunuh orang tua atau anggota keluarganya, dan solusinya adalah dengan berkomunikasi," tegasnya. Ia juga memberikan penghargaan terhadap inisiatif yang diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto, yaitu pelaksanaan satu jam olahraga sebelum memulai pelajaran di sekolah. "Langkah ini dapat mengurangi kebiasaan malas bergerak, dengan minimal satu jam olahraga setiap hari, sebelum pelajaran dimulai ada senam ringan untuk mengurangi kecenderungan malas," jelasnya. Wihaji juga menekankan pentingnya peran seorang ayah, tidak hanya dalam memberikan dukungan fisik, tetapi juga dalam membangun kedekatan dengan keluarga, terutama anak-anak. "Ayah harus terlibat, jangan hanya mengandalkan ibu untuk semua hal, seperti menyusui dan lainnya, penting untuk memberikan sentuhan, agar terjalin chemistry," ungkapnya. Ia juga menjelaskan bahwa hingga saat ini terdapat 75.653.359 keluarga yang telah terdata melalui pendataan keluarga oleh Kemendukbangga, dengan lebih dari 40 juta pasangan usia subur yang menjadi tanggung jawab Kemendukbangga untuk memberikan pembinaan dan layanan. Isu di Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, mulai dari calon pengantin hingga ibu hamil, meliputi berbagai aspek yang perlu diperhatikan, termasuk pasangan usia subur, remaja, dan lansia. Oleh karena itu, menyelamatkan satu keluarga dianggap lebih penting daripada menangani banyak hal tanpa fokus, ujar Wihaji. Ia juga menambahkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 11 juta kepala keluarga perempuan, sehingga negara perlu hadir dan bekerja sama untuk mengatasi permasalahan ini. Selanjutnya, Wihaji menekankan pentingnya perhatian terhadap 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) untuk mencegah terjadinya stunting pada anak. "Potensi terjadinya stunting sangat bergantung pada periode ini, sehingga kita harus memastikan bahwa 1.000 HPK mendapatkan perhatian yang memadai," jelas Wihaji.