Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali mengemukakan bahwa pelonggaran insentif Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar lima persen dapat memberikan dorongan bagi sektor pariwisata di Bali, mengingat perbankan akan memiliki tambahan likuiditas untuk penyaluran kredit. "Kami mendukung sektor-sektor yang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah," ungkap Kepala Perwakilan BI Bali, Erwin Soeriadimadja, dalam acara forum Balinomics yang berlangsung di Denpasar, Bali, pada hari Selasa. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, sektor pariwisata merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2024, dengan kontribusi penyediaan akomodasi dan makan minum mencapai 21,75 persen dari sisi produksi. Sementara itu, dari perspektif belanja, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi terbesar, yaitu sebesar 51,54 persen. Peranan sektor pariwisata yang signifikan dapat menjadi kesempatan besar bagi perbankan untuk memberikan kredit kepada debitur, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Bali. Pertumbuhan penyaluran kredit secara nasional tercatat mencapai 10,27 persen, sementara di Bali mencapai 8,9 persen pada akhir tahun 2024, yang menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2013 yang hanya sebesar 6,11 persen. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali, selama tahun 2024, perbankan di Bali berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp112,3 triliun, meningkat dari Rp105,1 triliun pada tahun 2023. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) telah meningkatkan insentif Giro Wajib Minimum (GWM) dari empat persen menjadi lima persen dari total dana pihak ketiga (DPK). Insentif tersebut diberikan dengan syarat bahwa perbankan menyalurkan kredit kepada sektor-sektor tertentu yang memiliki potensi penyerapan tenaga kerja yang tinggi atau padat karya. Sektor akomodasi, makanan dan minuman (pariwisata) termasuk dalam kategori padat karya, selain sektor perdagangan, pertanian, perikanan, dan konstruksi. Dengan adanya insentif GWM ini, perbankan memiliki peluang untuk mengurangi setoran giro di BI hingga lima persen. Selama ini, lembaga perbankan diwajibkan untuk menempatkan dana giro dalam mata uang rupiah sebesar sembilan persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK). Selain insentif untuk Giro Wajib Minimum (GWM), ia juga menambahkan bahwa terdapat pemberian diskon untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau yang dikenal dengan merchant discount rate (MDR) sebesar nol persen untuk transaksi digital yang menggunakan kode batang Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Lebih lanjut, transaksi yang menggunakan QRIS untuk badan layanan umum juga tidak akan dikenakan biaya, yaitu nol persen, mulai tanggal 14 Maret 2025, yang sebelumnya dikenakan biaya sebesar empat persen. “Tiga kebijakan ini dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah,” ujarnya.